Kuningan News – Aksi pembubaran kerumunan yang diduga merupakan komunitas LGBT di kawasan Pasar Kepuh baru-baru ini telah memicu perdebatan sengit di kalangan masyarakat Kuningan. Tindakan yang dilakukan oleh seorang warga berinisial F, seorang atlet tinju lokal, dianggap sebagai ekspresi ketidakpuasan terhadap maraknya aktivitas komunitas LGBT di ruang publik. Kejadian ini telah viral dan menarik perhatian banyak pihak, termasuk organisasi masyarakat sipil seperti Forum Masyarakat Peduli Kemanusiaan (FMPK).
F mengungkapkan rasa jengahnya terhadap keberadaan komunitas LGBT yang semakin berani menunjukkan eksistensinya di tempat umum. Dalam kesaksiannya, ia mengaku sering mengalami pelecehan, seperti cat calling dan tatapan tidak sopan dari anggota komunitas tersebut. “Saya merasa terganggu dan tidak nyaman dengan keberadaan mereka di sekitar saya,” ujarnya.
Tindakan F yang membubarkan kerumunan tersebut menuai beragam respons. Meskipun banyak yang mengkritik karena dianggap tidak berkoordinasi dengan aparat terkait, FMPK mendukung aksi tersebut sebagai bentuk kekecewaan masyarakat terhadap lemahnya respons pemerintah daerah dalam menangani isu moralitas publik. Sekretaris FMPK, Luqman Maulana, menegaskan bahwa tindakan tersebut seharusnya menjadi alarm bagi Pemda untuk lebih serius menangani masalah ini.
Luqman juga menyebutkan bahwa FMPK telah melakukan audiensi dengan DPRD Kabupaten Kuningan untuk menyuarakan keresahan masyarakat. Namun, meski sudah ada pembicaraan dengan Dinas Sosial mengenai kondisi maraknya penyakit sosial, tidak ada langkah konkret yang diambil oleh pemerintah. “Kami sudah berulang kali mengingatkan, jangan sampai karena diamnya pemerintah, muncul aksi sweeping dari warga,” tegasnya.
Namun, isu yang lebih luas tidak hanya tentang komunitas LGBT. Luqman menyoroti bahwa krisis moral ini meluas ke berbagai sektor, termasuk perilaku para pejabat publik yang sedang terjerat dugaan pelanggaran etika. Dia mencontohkan kasus anggota DPRD yang sedang diproses oleh Badan Kehormatan, dan juga pelecehan terhadap anak oleh Kepala Desa serta kasus pelecehan seksual yang melibatkan guru di sekolah.
Beliau menegaskan bahwa situasi ini jauh lebih berbahaya jika dibiarkan terus berlangsung tanpa ada langkah nyata dari pemerintah. “Jika tidak ada tindakan tegas, krisis moral ini akan terus membesar dan menyentuh semua lapisan masyarakat, termasuk birokrasi dan lembaga pendidikan,” tambah Luqman.
Kejadian ini menunjukkan bahwa masalah sosial tidak dapat diselesaikan hanya dengan pembiaran. Diperlukan regulasi yang adil dan keterlibatan aktif dari seluruh elemen masyarakat, termasuk pemerintah, tokoh agama, dan dunia pendidikan, untuk mencegah krisis moral yang lebih luas. Tantangan kini adalah bagaimana seluruh tatanan masyarakat dapat kembali menjunjung nilai etika, tanggung jawab, dan keadaban publik.
Peristiwa di Pasar Kepuh juga membuka diskusi tentang sejauh mana pemerintah daerah terlibat dalam merespons gejala sosial yang dianggap menyimpang. FMPK menilai bahwa sikap diam dari pejabat publik dan tokoh agama justru memicu tindakan masyarakat yang merasa ditinggalkan. “Jika pemerintah tetap diam, masyarakat akan bertindak sendiri, dan itu bisa memicu konflik horizontal,” ujar Luqman. (KN-12)