Kuningan News – Penyadapan getah pinus ilegal yang terjadi di Taman Nasional Gunung Ciremai telah menjadi sorotan serius dalam tiga tahun terakhir. Pakar hukum, Prof. Dr. Suwari Akhmaddhian, S.H., M.H., yang juga Direktur Pusat Studi Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, menegaskan bahwa kegiatan ini melanggar ketentuan hukum yang berlaku.
Dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Pasal 50 ayat 3 huruf e dan f secara jelas melarang penyadapan getah pinus tanpa izin. “Pasal tersebut menyatakan bahwa tidak ada orang yang boleh menebang pohon atau memanen hasil hutan tanpa hak atau izin dari pejabat yang berwenang. Pelanggaran ini dapat dikenakan hukuman penjara hingga 10 tahun dan denda maksimal Rp. 5 miliar,” jelas Prof. Suwari.
Lebih lanjut, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan juga mengatur bahwa setiap orang dilarang melakukan kegiatan usaha hutan tanpa izin. Pelanggaran terhadap undang-undang ini dapat berujung pada hukuman penjara antara 1 hingga 5 tahun, serta denda yang sama dengan ketentuan sebelumnya.
Prof. Suwari mengingatkan bahwa penyadapan getah pinus di Taman Nasional Gunung Ciremai sangat merugikan ekosistem dan ekologi hutan konservasi. Ia menjelaskan bahwa pendekatan tradisional yang digunakan untuk membenarkan kegiatan ini tidak sejalan dengan sejarah pengelolaan Gunung Ciremai. Sejak dahulu, tidak ada masyarakat lokal yang melakukan penyadapan getah pinus secara turun temurun di wilayah tersebut.
Ia berharap agar tindakan tegas segera diambil untuk melindungi hutan konservasi dari kerusakan. “Sudah seharusnya Kementerian Lingkungan Hidup, Balai Taman Nasional Gunung Ciremai, dan Kepolisian bertindak tegas terhadap pelaku penyadapan ilegal ini,” tambahnya.
Dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 8 Tahun 2021, diatur bahwa pemungutan hasil hutan bukan kayu (HHBK) hanya diperbolehkan di Hutan Lindung dan Hutan Produksi, dan tidak berlaku untuk Taman Nasional yang statusnya adalah Hutan Konservasi. Hal ini menegaskan bahwa kegiatan penyadapan di Gunung Ciremai melanggar hukum yang ada.
Masyarakat juga mulai mempertanyakan adanya dugaan kolusi antara pengusaha, Kementerian, Balai TNGC, dan Kepolisian dalam penanganan penyadapan getah pinus tanpa izin. Jika dugaan tersebut tidak benar, maka sudah sepatutnya para terduga pelaku segera ditangkap dan ditindak secara tegas.
Ia menambahkan bahwa tindakan ini adalah langkah penting untuk menjaga keberlangsungan ekosistem dan melindungi aset alam Indonesia. “Penting bagi penegak hukum untuk segera bergerak dan menyikapi masalah ini dengan serius. Keberanian untuk menindak tegas pelanggaran hukum akan menjadi contoh bagi masyarakat,” ujar Prof. Suwari. (KN-12)