Kuningan News – Renis Amarullah selaku Ketua Umum PC IMM Kuningan angkat bicara tentang kebijakan Pemerintah Kabupaten Kuningan untuk merelokasi Gedung Sejarah Pemuda dari kawasan pusat kota telah menimbulkan banyak pertanyaan dan kritik. Gedung yang selama ini menjadi simbol gerakan pemuda dan ruang publik kini kehilangan fungsinya, menyebabkan dampak negatif bagi ekonomi lokal, terutama bagi para pedagang di sekitar Foodcourt Juara.
Menurutnya, relokasi gedung ini merupakan potret nyata kegagalan dalam merancang perencanaan kota yang partisipatif dan berbasis makna. Gedung Sejarah Pemuda bukan sekadar bangunan tua, melainkan bagian penting dari identitas dan sejarah lokal yang hidup berdampingan dengan aktivitas ekonomi rakyat. Dengan pemindahan ini, simpul edukatif yang mengaitkan sejarah lokal dengan identitas ruang kota telah hilang.
Akibat dari pemindahan ini, Taman Kota kehilangan daya tariknya sebagai ruang interaksi sosial dan titik temu komunitas. Dulu, kawasan ini merupakan tempat berkumpulnya masyarakat dan pelaku UMKM, tetapi kini suasananya sepi dan tidak lagi menarik minat pengunjung. Pedagang kaki lima dan pelaku UMKM di sekitar Foodcourt Juara mengalami penurunan omzet yang drastis, yang mengakibatkan kerugian bagi mereka.
Ironisnya, relokasi gedung ini dilakukan tanpa disertai dokumen rencana induk kawasan atau penataan integratif lintas sektor. Dinas-dinas teknis seperti Dishub, Pariwisata, Satpol PP, dan UMKM terlihat berjalan sendiri-sendiri tanpa koordinasi yang menyatu. Hal ini menyebabkan kekacauan fungsional ruang kota, bukan revitalisasi seperti yang diharapkan.
Sirkulasi pengunjung yang tidak dibentuk dan koneksi dengan ruang sejarah yang diputus membuat Foodcourt Juara kehilangan vibrasi ekonominya. Jika sebelumnya kawasan ini ramai dan hidup, kini suasananya sunyi dan tidak menggugah minat masyarakat untuk berkunjung. Promosi kawasan pun nyaris nihil, sehingga para pedagang semakin terpuruk.
Renis memaparkan lebih jauh, relokasi ini juga menyingkirkan Sekretariat KNPI dari lokasi strategisnya di samping Taman Kota. Sekretariat ini bukan hanya saksi sejarah, tetapi juga ruang kaderisasi pemuda yang telah melahirkan banyak pemimpin daerah, termasuk Bupati Kuningan saat ini, yang merupakan mantan Ketua KNPI. Menyisihkan tempat ini berarti mengabaikan warisan sejarah yang berharga bagi generasi mendatang.
Oleh karena itu, publik berhak berharap agar Bupati memahami nilai historis dan simbolik dari Gedung Sejarah Pemuda. Mengembalikan Sekretariat KNPI ke tempat asalnya bukan hanya tindakan korektif, tetapi juga penghormatan terhadap sejarah gerakan pemuda di Kuningan. Ini adalah langkah yang perlu diambil untuk menciptakan ruang yang lebih inklusif dan menghargai sejarah.
Jika relokasi adalah keniscayaan, maka kompensasinya harus berupa narasi ruang baru yang setara dalam hal aksesibilitas, fungsi sosial, dan nilai sejarah. Namun, yang terjadi kini justru sebaliknya: Taman Kota menjadi ruang kosong yang datar, tanpa ritme sosial, tanpa sentuhan sejarah, dan tanpa ekosistem ekonomi yang hidup.
Sudah saatnya Pemerintah Kabupaten Kuningan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap arah pembangunan tata ruangnya. Kota tidak bisa hanya dibangun dengan beton dan taman-taman kaku. Ruang kota harus dirancang sebagai tempat hidup, di mana sejarah, ekonomi rakyat, dan dinamika sosial dapat berinteraksi secara harmonis.
Relokasi Gedung Pemuda seharusnya menjadi momentum untuk membangun ulang visi kota secara inklusif dan berkesadaran sejarah. Ruang kota tidak boleh hanya menjadi etalase estetika, tetapi harus menjadi ruang yang adil dan berpihak pada masyarakat dan akar budayanya. Sebab, meski bangunan dapat dipindah, sejarah tidak bisa dibongkar pasang sesuka hati.
Oleh: Renis Amarulloh (Ketua Umum PC IMM Kab. Kuningan)