Kuningan News – Pada Minggu pagi (18/5/2025) Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) secara resmi mendeklarasikan bulan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia. Acara ini diadakan di Masjid Puser Bumi, Gunung Jati, Cirebon, dan dihadiri oleh ulama perempuan dari berbagai daerah se-Indonesia.
Deklarasi ini bertujuan untuk meningkatkan peran dan kontribusi ulama perempuan dalam masyarakat, serta memperkuat posisi mereka dalam bidang keagamaan dan sosial.
Ketua Majelis Dzikir dan Pikir Puser Bumi Rieke Diah Pitaloka menyampaikan pentingnya mengambil teladan dari para ulama perempuan.
“Nyai Syarifah Mudaim telah ajarkan kepada kami keturunannya jiwa cahaya Islam yang pantang menyerah, yang akan menuntun kesehatan, keselamatan, dan kebahagiaan di dalam perjuangan,” tutur Rieke dalam sambutannya.
Tak hanya itu, Sekretaris Majelis Musyawarah KUPI menyebut pentingnya hari kebangkitan dikaitkan dengan isu-isu kemanusiaan.
“Kebangkitan nasional Indonesia tidak semata bicara soal nasionalisme, tidak hanya semata bicara soal isu kebangsaan. Saya kira disini juga bicara soal isu kemanusiaan termasuk isu keadilan sosial, keadilan gender, isu non diskriminasi,” tutur Masruchah.
Deklarasi ini disepakati untuk menjadi gerakan kultural tahunan yang akan dipraktikkan tiap bulan Mei oleh komunitas-komunitas di seluruh Indonesia. Bulan Mei dipilih karena sama dengan hari kebangkitan nasional yang melambangkan semangat perjuangan bersama-sama dalam membangun bangsa yang merdeka, adil, dan bermartabat.
“Kita yang bukan tokoh mitos, yang punya anak, pasangan, dan keluarga, mengenal rasa takut. Tapi meskipun kita takut, kita harus jalan terus dan melompati pagar batas ketakutan tadi. Mungkin di situ martabat dan harga kita ditetapkan, dan ulama perempuan harus jalan terus dan melompati pagar batas ketakutan tersebut,” jelas Alissa Wahid selaku Dewan Pertimbangan KUPI dalam sambutannya. (KN-12)