Cak Imin Sentil Kader HMI “Kalau Ngga Tumbuh Dari Bawah Pasti Bukan PMII, Pasti Itu HMI”, Ini Kata Aktivis HMI Cirebon!
Kuningan News – Dalam dunia organisasi mahasiswa di Indonesia, perdebatan tentang asal-usul dan keberadaan organisasi sering kali mencuat. Salah satu pernyataan yang menimbulkan diskusi adalah argumen Muhaemin Iskandar yang menyebutkan bahwa organisasi yang lahir dari bawah adalah PMII, sementara HMI dianggap tidak demikian. Menanggapi hal ini, Muhammad Akramul Farhan, pengurus HMI Cabang Cirebon, menjelaskan perspektifnya mengenai HMI sebagai organisasi yang telah berkontribusi signifikan dalam sejarah bangsa.
Sebagai organisasi mahasiswa tertua di Indonesia yang berdiri sejak 1947, HMI telah menghadapi berbagai fase sejarah, mulai dari perjuangan kemerdekaan hingga era reformasi. Menurut Akramul, HMI berperan penting dalam membentuk pemimpin-pemimpin bangsa yang tidak hanya kompeten secara akademis, tetapi juga memiliki integritas dan komitmen terhadap masyarakat.
Farhan menegaskan bahwa jika yang dimaksud dengan "tidak tumbuh dari bawah" adalah kurangnya keterlibatan akar rumput, maka hal ini perlu diluruskan. Ia menjelaskan bahwa HMI bukanlah organisasi massa berbasis populis, melainkan organisasi kader yang berfokus pada pembinaan individu dan aktivisme mahasiswa. “HMI berjuang di ranah pembinaan individu (insan cita), bukan mobilisasi politik massa,” ujarnya.
Lebih lanjut, Farhan menekankan bahwa pendekatan ini justru memberikan kontribusi besar dalam mencetak pemimpin-pemimpin bangsa dari berbagai latar belakang keilmuan dan profesi. Banyak cabang HMI yang berdiri dan berkembang di kampus-kampus serta daerah pelosok, jauh dari pusat kekuasaan. Ini menunjukkan bahwa HMI memiliki akar yang kuat di berbagai lapisan masyarakat.
Namun, kritik terhadap HMI juga patut diterima. Farhan menyadari bahwa tantangan yang dihadapi HMI saat ini adalah bagaimana tetap relevan di tengah perubahan zaman. Menjaga idealisme dan memperkuat akar sosial agar tidak terjebak dalam elitisasi organisasi menjadi perhatian penting. “Kritik harus dilihat sebagai pengingat, bukan sebagai delegitimasi,” tambahnya.
Menurutnya HMI harus mampu beradaptasi dengan dinamika sosial dan politik yang terus berubah. Dengan meningkatkan keterlibatan anggota dalam isu-isu sosial, HMI dapat memperkuat jaringannya di tingkat akar rumput. Ini penting agar HMI tetap menjadi organisasi yang relevan dan berkontribusi positif bagi masyarakat.
Keterlibatan HMI dalam berbagai kegiatan sosial dan advokasi juga menjadi salah satu cara untuk menunjukkan eksistensinya di tengah kritik. Melalui program-program yang menjangkau masyarakat, HMI dapat menunjukkan bahwa mereka peduli terhadap isu-isu yang dihadapi rakyat. Ini adalah langkah strategis untuk membangun kembali kepercayaan dan legitimasi di mata publik.
Perdebatan ini menunjukkan bahwa dalam dunia organisasi mahasiswa, pemahaman yang beragam tentang peran dan fungsi organisasi sangatlah penting. HMI dan PMII memiliki karakteristik dan pendekatan yang berbeda, namun keduanya berkontribusi dalam membangun bangsa melalui kaderisasi dan pelayanan kepada masyarakat.
Sebagai penutup, diskusi tentang HMI dan PMII harus dilihat sebagai kesempatan untuk memperkuat organisasi masing-masing. Dengan saling menghargai perbedaan dan fokus pada tujuan bersama, kedua organisasi ini dapat berkontribusi lebih besar dalam pembangunan bangsa dan masyarakat. (KN-12)