Nestapa Guru Honorer - Kuningan News

Kamis, 18 Agustus 2022

Nestapa Guru Honorer

Ilustrasi guru honorer. (Gambar: mediaindonesia.com)

Kuningan News - Reporter Kuningan News melakukan wawancara kepada beberapa guru honorer yang berada di Kabupaten Kuningan, untuk menunjukkan seperti apa sebenarnya kondisi yang dialami guru honorer. Kebetulan juga, jurnalis media ini sendiri pernah berprofesi sebagai guru honorer di salah satu sekolah menengah swasta kecil, pengalaman tersebut bisa dijadikan data untuk artikel ini.

Sebelum menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK/P3K), seorang guru mesti terlebih dahulu menjadi pekerja honorer. Dulu belum ada P3K, masih digabung dengan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Saat ini berdasarkan Pasal 6 UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, pegawai ASN terdiri dari PNS dan P3K.

Setelah beberapa lama menjadi guru honorer, seorang guru dapat mengikuti seleksi P3K. Ya, seleksi. Artinya belum tentu lolos. Bahkan, yang sudah lolos pun bukan berarti tidak ada masalah. Contoh kasusnya seperti yang telah diberitakan media online kuninganmass.com belum lama ini. 

https://kuninganmass.com/lolos-passing-grade-p3k-tapi-tak-dapat-formasi/

Dari 53 guru Bahasa Inggris yang lolos passing grade P3K, sebanyak 32 orang belum mendapatkan penempatan. Sampai artikel ini ditulis, belum ada kepastian terkait formasi (penempatan) guru-guru tersebut.

"Update terakhir dari BKSDM (Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia), surat dari bupati belum terbalaskan, ajuan formasi sudah ditutup. 32 guru tersebut belum ada jaminan kuat secara tertulis akan diangkat kapan," jelas Ita Juita, juru bicara Forum Guru Honorer Lulus Passing Grade Mapel Bahasa Inggris, saat dihubungi reporter Kuningan News, Selasa (16/8/2022).

Selain ke-32 guru di atas, ada juga Bu Yuyun (bukan nama sebenarnya) yang masih berharap dirinya mendapatkan formasi karena telah lolos passing grade P3K.

"Katanya sih bakal ditempatin, masih gantung sih," ungkap Bu Yuyun, Rabu (17/8/2022).

Saat ini, Bu Yuyun adalah seorang guru honorer di salah satu sekolah menengah swasta kecil di Kuningan. Sudah satu tahun dia mengajar di sana. Sebelumnya dia juga pernah menjadi guru honorer sekolah menengah swasta di luar kota selama 8 tahun. Artinya sudah hampir satu dekade Bu Yuyun bekerja sebagai guru honorer.

Perlu diketahui, perhitungan upah guru honorer, terutama di sekolah swasta kecil, adalah per jam pelajaran, itupun jam mati. Maksudnya, misalkan upah seorang guru honorer sebesar Rp10.000 per jam pelajaran, dalam seminggu ia mengajar selama 10 jam pelajaran. Dalam satu bulan, maka ia mengajar selama 40 jam pelajaran. 

Perhitungan upahnya bukan Rp10.000 × 40 jam pelajaran, melainkan hanya Rp10.000 x 10 jam pelajaran. Jadi, dalam satu bulan dihitungnya hanya satu minggu.

Di pekerjaannya yang sekarang, Bu Yuyun diupah sebesar Rp20.000 per jam pelajaran. Bu Yuyun mengajar selama 16 jam pelajaran per minggu. Upah yang didapatkan berarti Rp320.000 per bulan. Ditambah uang transportasi sebesar Rp10.000 per hari, jadwalnya sekarang adalah 4 hari dalam seminggu, maka dalam satu bulan sebanyak 16 hari ke sekolah, artinya uang transportasi yang didapatkan selama sebulan sebesar Rp160.000.

Total yang didapatkan Bu Yuyun dari mengajar sebesar Rp480.000 per bulan, empat kali lebih kecil dari upah minimum Kabupaten Kuningan. Upah minimum saat ini sebesar (Rp1.908.102).

https://disnakertrans.kuningankab.go.id/2021/12/09/sosialisasi-upah-minimum-kabupaten-kuningan-tahun-2022/

"Kalo ngandelin dari sekolah ya tau sendiri lah gimana. Jadi nyari-nyari dari yang lain juga," kata Bu Yuyun.

Selain mengajar di sekolah, Bu Yuyun juga mengajar les private, bayarannya satu orang murid sebesar Rp200.000 per bulan. Sekarang hanya satu orang murid yang les private kepadanya.

"Kalo sekarang mah, aku cuma punya (murid les private) satu, dulu ada banyak," jelasnya.

Selain mengajar, Bu Yuyun juga berjualan perlengkapan pakaian. Penghasilan yang didapatkan tergantung dari seberapa banyak yang memesan. Dalam satu bulan bisa sampai Rp300.000 per bulan.

"Yaa, gimana yang order sih, kira-kira 300 bisa sampe sih," ungkapnya.

Bahkan jika kita jumlahkan seluruh penghasilannya, masih setengah dari upah minimum. Padahal, upah minimum adalah jumlah minimal uang yang dibutuhkan oleh seorang lajang untuk bertahan hidup. Sementara, Bu Yuyun, sebagai orang tua tunggal yang memiliki tanggungan dua orang anak.

"Aku juga bingung, tiga tahun lagi anak pertama kuliah, bisa enggak ya? (membiayainya)," ungkap Bu Yuyun. (Tri Asep/bersambung)

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda