Kuningan News – Setiap pagi, dentingan lonceng sepeda anak-anak dan deru motor warga menyatu dengan suara batu kerikil yang terinjak ban, menyusuri jalan penuh lubang di antara Desa Sindangsari menuju Walaharcager. Inilah potret keseharian masyarakat di jalur alternatif yang menghubungkan Cirahayu, Sindangsari, Wilanagara, dan Walahar, jalur milik Pemda Kuningan yang kini kian terabaikan.
Jalan
sepanjang 1,5 kilometer itu rusak hingga 80 persen. Bukan sekadar retak atau
berlubang kecil, tapi benar-benar hancur di banyak titik. Saat hujan turun,
genangan lumpur menjadi jebakan. Saat panas, debu mengepul dan mengaburkan
pandangan. Warga menyebutnya jalur “berani mati”.
"Sudah
sering anak-anak jatuh dari motor saat mau ke sekolah, terutama pas musim
hujan. Jalannya licin, penuh kubangan," tutur Juhriatna, Kuwu Desa
Sindangsari, Senin (28/4/2025). Ia tampak lelah mengulang aduan yang sama,
saban tahun, tanpa respons berarti dari pemerintah.
Bagi
warga, jalan itu bukan sekadar penghubung antar desa. Ia adalah urat nadi
kehidupan jalur menuju pasar, sekolah, dan kantor kecamatan. Tapi ironisnya,
kondisi jalan justru mencerminkan wajah pembangunan yang timpang, dibiarkan
rusak bertahun-tahun, tanpa kepastian perbaikan.
Juhriatna
menegaskan, jalan tersebut merupakan aset pemerintah kabupaten, sehingga tidak
bisa dibiayai dari dana desa. Ia pun hanya bisa berharap, suara masyarakat
pedalaman bisa sampai ke telinga pejabat yang memiliki kewenangan.
"Kami
ini cuma bisa berharap dan menunggu. Tapi sampai kapan harus menunggu jalan ini
diperbaiki? Ini jalur utama kami, bukan jalan tikus," ujarnya penuh nada
getir.
Tak
jarang, warga harus bergotong-royong menambal jalan secara swadaya, menggunakan
batu seadanya agar bisa tetap dilewati. Tapi apa daya, hujan deras selalu
berhasil menghapus kerja keras mereka dalam hitungan hari.
Kini,
jalan itu tidak hanya menjadi saksi bisu pergerakan warga, tetapi juga bukti
nyata dari ketimpangan pembangunan infrastruktur di daerah. Jalan yang
seharusnya menghubungkan, justru menciptakan kesenjangan dan bahaya.
Ketika
akses utama saja tak mendapat perhatian, harapan warga hanya tinggal doa dan
langkah hati-hati, agar besok, tak ada lagi yang terjatuh, tak ada lagi luka
karena lubang yang tak pernah ditambal. (KN-10)